Identitas Sosial - Pengertian, Pembentukan, dan Konsekuensinya

Bagaimana kalian dikenal sebagai seseorang? Apakah dari nama, kalian akan dikenal? Bagaimana cara membedakan jika di antara kalian ternyata memiliki nama yang sama? Adakah hal lain yang membedakan satu orang dengan orang lain? Sederet pertanyaan tersebut sesungguhnya sedang mengajak kalian untuk mendiskusikan tentang identitas. Perbincangan tentang identitas tidak hanya berhenti pada aspek pembeda yang ada dalam identitas. Diskusi tentang identitas juga menyangkut bagaimana identitas dibentuk dan terbentuk serta konsekuensi identitas dan refleksi atas konsekuensi identitas tersebut. 

PENGERTIAN IDENTITAS SOSIAL
Lalu, apa yang dipahami sebagai identitas itu? Dalam KBBI, kata identitas mengandung pengertian “ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, atau jati diri.” Sedangkan Kamus Merriam-Webster menawarkan penjelasan lebih jauh tentang definisi identitas, yaitu sebagai kesamaan ciri-ciri antar beberapa manusia serta ciri-ciri yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Ringkasnya, identitas merupakan ciri-ciri yang melekat dan tertanam dalam diri setiap manusia. Pada umumnya identitas disandarkan pada ciri yang bersifat alamiah, seperti jenis kelamin atau identitas berbasis genetik seperti ras. Identitas jenis ini biasanya lebih mudah dikenali secara fisik.

Namun ada pula identitas yang tidak berangkat dari ciri-ciri alamiah, namun karena dilekatkan secara sosial seperti identitas berbasis agama dan suku/etnis. Identitas jenis ini dapat diamati melalui praktik-praktik kehidupan sosial seseorang, misalnya praktik beribadah atau tradisi yang dirawat dan diwariskan oleh suku-suku yang ada. Pada suku tertentu terdapat kebiasaan menambahkan nama marga atau nama keluarga pada keturunan dari suku/marga tersebut. 

Gagasan tentang identitas bahkan berkembang tidak hanya berbasis Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Identitas juga dapat dikaitkan dengan ciri-ciri seperti gaya hidup, keyakinan, bahkan orientasi seksual. Dalam gaya hidup misalnya identitas ditemukan pada kebiasaan makan yang melahirkan identitas vegan (tidak memakan daging/vegetarian) atau bagi kalian yang memiliki hobi bola biasanya teridentifikasi sebagai anggota dari klub suporter. Keyakinan atau ideologi juga dapat menjadi dasar identitas seperti sosialis, penganut liberal, dan sebagainya. Secara singkat, identitas adalah cerminan diri yang berasal dari gender, tradisi, etnis dan proses sosialisasi.

PEMBENTUKAN IDENTITAS SOSIAL
Manusia sebagai mahluk yang berpikir sebagaimana dikatakan Aristoteles. Sebagai mahluk berpikir, maka yang menyadari keberadaan mahluk yang lain adalah manusia, bukan mahluk yang lain tersebut. Ketika berpikir, manusia mempertanyakan keberadaan atau eksistensi dirinya. Manusia menjadi mahkluk yang terus menerus mencari identitas dirinya. Kondisi tersebut tidak terjadi pada mahkluk-mahkluk lainnya. Dengan demikian identitas dipahami sebagai kesadaran tentang konsep diri. Konsep diri merupakan integrasi gambaran diri yang dibayangkan sendiri dan yang diterima dari orang lain tentang apa dan siapa dirinya, serta peran apa yang dapat dilakukan dalam kaitan dengan diri sendiri serta orang lain.

Dari pengertian tersebut, gambaran diri tersebut menyoal tentang bagaimana proses pembentukan identitas di mana identitas terbentuk dan dibentuk. Sebagaimana disampaikan oleh Stuart Hall (1990), pembentukan identitas dapat diteropong dalam dua cara pandang, yaitu identitas sebagai wujud (identity as being) dan identitas sebagai proses menjadi (identity as becaming). Identitas dalam perspektif pertama ditempatkan sebagai ciri-ciri yang terbentuk. Identitas semacam ini diterima sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan lagi oleh para penggunanya. Ciri-ciri ini melekat sejak dari awal permulaan. Ia terbentuk secara alamiah atau dengan sendirinya. Suatu ciri yang dimiliki bersama serta berada dalam diri banyak orang di mana mereka dipersatukan kesamaan genetik, ikatan darah, sejarah dan leluhur. Sudut pandang ini lebih melihat ciri fisik untuk mengidentifikasi mereka sebagai suatu kelompok.

Sedangkan dalam cara pandang kedua, identitas dipahami sebagai ciri-ciri yang dibentuk melalui proses sosial. Identitas sebagai “proses menjadi”, mengandaikan ciri-ciri tidak bersifat alamiah namun dibentuk secara sosial. Ciri-ciri tersebut ditanamkan baik secara individual maupun kelompok melalui proses-proses sosialisasi. Pada tingkat kelompok identitas semacam ini mewujud dalam kesamaan ide, gagasan, nilai, kebiasaan-kebiasaan baru yang menghasilkan praktik-praktik kehidupan sosial baru. Karena itu, identitas ini tidak dikenali dari ciri-ciri lahiriyah.

Pembentukan identitas juga terkait relasi antara identitas diri dan identitas sosial. Eric Fromm (1947), seorang pakar psiko-sosial menyatakan identitas diri dapat dibedakan antara satu individu dengan lainnya. Namun identitas diri tidak dapat dilepaskan dari identitas sosial individu dalam konteks komunitasnya. Selain sebagai makhluk individual, manusia sekaligus juga mahkluk sosial. Dalam membangun identitas dirinya, manusia tidak dapat mengabaikan diri dari norma yang mengikat semua warga di mana ia hidup. Identitas tersebut juga menentukan peran sosial apa yang seharusnya dijalankan dalam masyarakat. 

KONSEKUENSI IDENTITAS SOSIAL: EKSKLUSI DAN INKLUSI
Akhir-akhir ini, terjadi banyak konflik yang berakhir dengan jatuhnya korban jiwa. Adakah kalian pernah berfikir bagaimana konflik-konflik tersebut dapat terjadi? Di kalangan pelajar acapkali kita menyaksikan tawuran antarsekolah. Konflik juga dapat berupa tawuran antarkampung, perkelahian massal suporter bola, hingga konflik paling sensitif yakni konflik berbasis SARA. Beragam konflik yang terjadi jika dilihat dari jenis konflik yang ada, berpangkal pada satu hal yakni identitas.

Identitas menjadi dasar bagi seseorang untuk mengikatkan dirinya pada komunitas atau kelompoknya. Ikatan tersebut memunculkan kedekatan dengan orang-orang yang memiliki kesamaan identitas. Kelompok juga membuka diri bagi individu-individu yang memilki kesamaan identitas. Proses membuka diri terhadap individu yang memiliki kesamaan identitas inilah yang dikenal dengan watak inklusif. Ikatan-ikatan inilah yang pada akhirnya membuat perbedaan antar kelompok.

Dari identitas melahirkan perasaan dan keinginan untuk membedakan satu di antara yang lain. Dorongan untuk membedakan diri dengan orang lain pada gilirannnya akan memicu pemikiran superioritas. Dorongan semacam ini dapat berupa merasa kelompok sendiri paling unggul atau paling benar, dan sebagainya, sementara kelompok lain lebih rendah atau salah. Pada titik ini sesungguhnya kelompok ini menjadi eksklusif atau membatasi dirinya dengan kelompok lain.

Eksklusifitas sangat rawan menyinggung pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Pemikiran tersebut dapat memicu ketegangan antarpihak yang dapat berujung konflik sosial. Keragaman identitas di Indonesia seharusnya dipandang sebagai kekayaan identitas di mana kekayaan tersebut justru menjadi kekuatan bangsa dalam menatap masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan bagi setiap kelompok anak bangsa dalam mengembangkan karakter inklusifnya.

Referensi: Sari Oktafiana, dkk. 2021. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMA Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Identitas Sosial - Pengertian, Pembentukan, dan Konsekuensinya Identitas Sosial - Pengertian, Pembentukan, dan Konsekuensinya Reviewed by MGMP SOSIOLOGI on Januari 24, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.